Kecerdasan Peserta Didik


Howard Gardner (1993) menegaskan, bahwa skala kecerdasan yang selama   ini   dipakai, ternyata   memiliki   banyak   keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang. Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan  matematika  logika,  kecerdasan  bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Secara rinci masing-masing kecerdasaan tersebut dijelaskan sebagai berikut.


1.   Kecerdasan Matematika-logika
Kecerdasan matematika-logika memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Peserta didik dengan kecerdasan matematika-logika tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu. Ia menyenangi berpikir secara konseptual, misalnya menyusun hipotesis dan mengadakan  kategorisasi  dan  klasifikasi  terhadap  apa yang dihadapinya. Peserta didik semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika. Apabila  kurang memahami, mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya dan  mencari  jawaban  atas  hal yang  kurang  dipahaminya tersebut.  Peserta  didik  ini  juga  sangat  menyukai  berbagai permainan  yang  banyak  melibatkan  kegiatan  berpikir  aktif, seperti catur dan bermain teka-teki.

2.   Kecerdasan Bahasa
Kecerdasan   bahasa   memuat   kemampuan   seseorang   untuk menggunakan   bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai  bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Peserta  didik  dengan kecerdasan  bahasa  yang  tinggi  umumnya  ditandai  dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, menyusun kata-kata mutiara, dan sebagainya. Peserta didik seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat, misalnya terhadap nama-nama orang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya detail. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal penguasaan suatu bahasa baru, peserta didik ini umumnya memiliki  kemampuan  yang  lebih  tinggi dibandingkan dengan peserta didik lainnya.

3.   Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama. Peserta didik jenis ini cenderung senang sekali  mendengarkan  nada  dan irama yang indah, entah melalui senandung yang dilagukannya sendiri, mendengarkan tape recorder, radio, pertunjukkan orkestra, atau alat musik yang dimainkannya sendiri. Mereka juga lebih  mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan musik.

4.   Kecerdasan Visual-spasial
Kecerdasan visual-spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami  secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Peserta didik ini  memiliki kemampuan, misalnya, untuk menciptakan imajinasi bentuk da-lam pikirannya atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan. Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai masalah sehubungan dengan kemampuan ini adalah hal   yang menonjol pada jenis kecerdasan visual-spasial ini.  Peserta didik demikian akan unggul, misalnya dalam permainan mencari jejak pada suatu kegiatan di kepramukaan.


5.   Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan  kinestetik  memuat  kemampuan  seseorang  untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal ini dapat dijumpai pada peserta didik yang unggul pada salah satu cabang olahraga, seperti bulu tangkis, sepak bola, tenis, renang, dan sebagainya, atau bisa pula tampil pada peserta didik yang pandai menari, terampil bermain akrobat, atau unggul dalam bermain sulap.

6.   Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah   bersosialisasi   dengan   lingkungan   di   sekelilingnya. Kecerdasan semacam ini juga sering disebut sebagai kecerdasan  sosial, yang selain kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup kemampuan seperti memimpin, mengorganisasikan, menangani perselisihan antar teman, memperoleh simpati dari peserta didik yang lain, dan sebagainya.

7.   Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk  peka  terhadap  perasaan  dirinya  sendiri.  Ia  cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Peserta didik semacam ini senang melakukan introspeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri. Beberapa di antaranya cenderung menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung, dan berdialog dengan dirinya sendiri.

8.   Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis ialah kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan  alam, misalnya  senang berada di lingkungan  alam  yang  terbuka seperti  pantai,  gunung,  cagar alam, atau hutan. Peserta didik dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi lingkungan alam seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, benda-benda angkasa, dan sebagainya.

Melalui konsepnya mengenai multiple intelligences atau kecerdasan  ganda  ini, Gardner mengoreksi  keterbatasan  cara berpikir  yang  konvensional mengenai kecerdasan  dari tunggal menjadi   jamak.   Kecerdasan   tidak terbatas   pada   kecerdasan intelektual yang diukur dengan menggunakan beberapa   tes inteligensi yang sempit saja; atau sekedar melihat prestasi yang ditampilkan seorang peserta didik melalui ulangan maupun ujian di sekolah belaka.  Akan  tetapi  kecerdasan  juga  menggambarkan kemampuan  peserta  didik  pada  bidang  seni,  spasial,  olah  raga, berkomunikasi, dan cinta akan lingkungan.

Teori Gardner ini selanjutnya dikembangkan dan dilengkapi oleh para ahli lain. Di antaranya adalah Daniel Goleman (1995)  melalui bukunya  yang  terkenal,  Emotional  Intelligence  atau  Kecerdasan Emosional.

Dari   delapan   spektrum   kecerdasan   yang   dikemukakan   oleh Gardner di atas, Goleman mencoba memberi tekanan pada aspek kecerdasan interpersonal atau antarpribadi. Intisari kecerdasan ini mencakup   kemampuan   untuk   membedakan   dan   menanggapi dengan tepat  suasana  hati, temperamen, motivasi,  dan  hasrat keinginan orang   lain. Namun   menurut Gardnerkecerdasan antarpribadi   ini   lebih   menekankan   pada   aspek   kognisi   atau pemahaman,  sementara   faktor   emosi   atau   perasaan   kurang diperhatikan. Menurut Goleman faktor emosi sangat penting dan memberikan  suatu warna yang  kaya  dalam kecerdasan antarpribadi. Ada lima wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional. Lima wilayah tersebut adalah kemampuan mengenali  emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri,  kemampuan  mengenali  emosi  orang  lain, dan kemampuan   membina hubungan.   Secara   rinci   lima   wilayah kecerdasan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1.   Kemampuan Mengenali Emosi Diri
Kemampuan mengenali emosi diri adalah kemampuan seseorang mengenali perasaannya sendiri   sewaktu perasaan atau emosi itu muncul. Ini sering dikatakan sebagai dasar dari kecerdasan  emosional. Seseorang  yang  mengenali emosinya sendiri adalah bila ia memiliki kepekaan yang tajam atas   perasaan   mereka   yang   sesungguhnya   dan   kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap, dalam hal ini misalnya  sikap yang  diambil dalam  menentukan  berbagai pilihan seperti memilih sekolah, sahabat, pekerjaan, sampai soal pasangan hidup.

2.   Kemampuan Mengelola Emosi
Kemampuan  mengelola  emosi  adalah  kemampuan  seseorang untuk mengendalikan perasaannya   sendiri   sehingga   tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah. Mungkin dapat diibaratkan sebagai seorang pilot pesawat yang dapat  membawa pesawatnya  ke suatu kota tujuan  kemudian  mendaratkannya  secara  mulus.  Misalnya, seseorang yang sedang marah dapat mengendalikan kemarahannya secara baik tanpa harus menimbulkan  akibat yang akhirnya disesalinya di kemudian hari.

3.   Kemampuan Memotivasi Diri
Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan memberikan semangat  kepada diri  sendiri untuk  melakukan  sesuatu  yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung unsur harapan dan optimisme yang tinggi sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan aktivitas   tertentu, misalnya dalam hal belajar, bekerja, menolong orang lain, dan sebagainya.

4.   Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan  mengenali  emosi  orang  lain  adalah  kemampuan untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain sehingga orang lain akan merasa senang dan dimengerti perasaannya. Kemampuan ini sering pula disebut sebagai kemampuan berempati,  mampu  menangkap  pesan  nonverbal  dari  orang lain.  Dengan  demikian,  peserta  didik-peserta  didik  ini  akan cenderung disukai orang.

5.   Kemampuan Membina Hubungan

Kemampuan  membina  hubungan  adalah  kemampuan  untuk mengelola  emosi  orang  lain  sehingga  tercipta  keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih  luas.  Peserta  didik  dengan  kemampuan  ini  cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul, dan menjadi lebih populer.

Dengan demikian, dapat disimpulkan betapa pentingnya kecerdasan  emosional dikembangkan  pada  diri  peserta  didik. Banyak  dijumpai  peserta  didik yang  begitu  cerdas  di  sekolah, begitu  cemerlang  prestasi  akademiknya,  namun  tidak  mampu mengelola emosinya, seperti mudah marah, mudah putus asa, atau angkuh  dan  sombong,  sehingga  prestasi  tersebut  tidak  banyak bermanfaat  untuk  dirinya. Ternyata  kecerdasan  emosional  perlu lebih dihargai dan dikembangkan pada peserta didik sejak usia dini karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di tengah masyarakat  kelak  sehingga  akan  membuat  seluruh  potensinya dapat berkembang secara lebih optimal.


Hal lain dikemukakan oleh Robert Coles (1997) dalam bukunya yang berjudul The Moral Intelligence of Children, bahwa di samping IQ (Intelligence Quotient) ada suatu jenis kecerdasan yang disebut sebagai  kecerdasan  moral  yang  juga memegang  peranan  sangat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang peserta didik untuk bisa menghargai dirinya   sendiri   maupun   diri   orang   lain, memahami   perasaan terdalam orang-orang  di  sekelilingnya,  dan  mengikuti  aturan- aturan yang   berlaku, yang   semuanya   ini   merupakan   kunci keberhasilan  bagi  seorang  peserta didik  dimasa  depan.  Sebagai individu, peserta didik berada  dalam  komunitas sekolah selalu berkomunikasi dengan sesama teman, guru, dan orang lain. Namun, sebagai makhluk Tuhan peserta didik mempunyai kewajiban untuk selalu taat  menjalankan  perintah agamanya (Emotionally and Spiritual Quotient). Oleh karena itu, harus dijaga hubungan yang seimbang antara diri individu (IQ), sosial (EQ), dan hubungan dengan Tuhan (ESQ).

Sumber : Depdiknas 2004, Pedoman Khusus Penelusuran Potensi Siswa, Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Jakarta.

Komentar