LANDASAN KURIKULUM 2013
LANDASAN KURIKULUM 2013
Kurikulum 2013
dikembangkan berdasarkan ketentuan yuridis yang mewajibkan adanya pengembangan
kurikulum baru, landasan filosofis, dan landasan empirik. Landasan yuridis
merupakan ketentuan hukum yang dijadikan dasar untuk pengembangan kurikulum dan
yang mengharuskan adanya pengembangan kurikulum baru. Landasan filosofis adalah
landasan yang mengarahkan kurikulum kepada manusia apa yang akan dihasilkan
kurikulum. Landasan teoritik memberikan dasar-dasar teoritik pengembangan kurikulum sebagai dokumen dan proses.
Landasan empirik memberikan arahan berdasarkan pelaksanaan kurikulum yang
sedang berlaku di lapangan.
1. Landasan Yuridis
Landasan
yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
22 tahun 2006 tentang Standar Isi.Lebih lanjut, pengembangan Kurikulum
2013 diamanatkan oleh Rencana Pendidikan Pendidikan Menengah Nasional (RJPMN).
Landasan yuridis pengembangan Kurikulum 2013 lainnya adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia tahun
2010 tentang Pendidikan Karakter, Pembelajaran
Aktif dan Pendidikan Kewirausahaan.
2. Landasan Filosofis
Secara
singkat kurikulum adalah untuk membangun kehidupan masa kini dan masa akan
datang bangsa, yang dikembangkan dari warisan nilai dan pretasi bangsa di masa
lalu, serta kemudian diwariskan serta dikembangkan untuk kehidupan masa depan.
Ketiga dimensi kehidupan bangsa, masa lalu-masa sekarang-masa yang akan datang,
menjadi landasan filosofis pengembangan kurikulum. Pewarisan nilai dan pretasi
bangsa di masa lampau memberikan dasar bagi kehidupan bangsa dan individu
sebagai anggota masyarakat, modal yang digunakan dan dikembangkan untuk
membangun kualitas kehidupan bangsa dan individu yang diperlukan bagi kehidupan
masa kini, dan keberlanjutan kehidupan
bangsa dan warganegara di amsa mendatang. Dengan tiga dimensi kehidupan
tersebut kurikulum selalu menempatkan peserta didik dalam lingkungan
sosial-budayanya, mengembangkan kehidupan individu peserta didik sebagai
warganegara yang tidak kehilangan kepribadian dan kualitas untuk kehidupan masa
kini yang lebih baik, dan membangun kehidupan masa depan yang lebih baik lagi.
3. Landasan Empiris
Pada
saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi
dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008
berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008:
6,4% (www.presidenri.go.id/index.php/indikator).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ekonomi negara – negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W.
Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh,
kreatif,ulet, jujur, dan mandiri, sangat
diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini
seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun karena hasil gemblengan
pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya.
Sebagai
negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan
beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun
ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada. Maka, kurikulum harus mampu
membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan
masyarakat untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan
kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa
ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan
kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi
muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian
ilmiah bahwa kekerasan tersebut berhulu dari kurikulum, namun beberapa ahli
pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya
adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan
keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang
menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan
direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat
menjawab kebutuhan ini.
Berbagai
elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan
dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini
bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke
sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya matapelajaran
yang ada di tingkat sekolah dasar. Maka, kurikulum pada tingkat sekolah dasar
perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis,
dan hitung, dan pembentukan karakter.
Berbagai
kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih
adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional menunjukkan mendesaknya upaya
menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam
satuan pendidikan. Maka, kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi
nilai-nilai kejujuran pada peserta didik.
Pada
saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi
secara negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air
bersih adanya potensi rawan pangan pada berbagai beahan dunia, dan pemanasan
global merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan
di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun
kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan
kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu
lingkungan dan ketahanan pangan.
Dengan
berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus
ditingkatkan. Hasil riset PISA (Program for International Student Assessment),studi yang memfokuskan pada literasi
bacaan, matematika, dan IPAmenunjukkan peringkat Indonesia baru bisa
menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil Riset TIMSS (Trends in International Mathematics and
Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada rangking amat rendah
dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan
pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4)
melakukan investigasi. Hasil-hasil ini menunjukkan perlu ada perubahan
orientasi kurikulum, dengan tidak membebani peserta didik dengan konten namun
pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara untuk
berperanserta dalam membangun negaranya pada abad 21.
4. Landasan Teoritik
Kurikulum
2013 dikembangkan atas dasar teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori
kurikulum berbasis kompetensi.
Pendidikan
berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai
kualitas minimal warganegara untuk suatu jenjang pendidikan. Standar bukan kurikulum
dan kurikulum dikembangkan agar peserta didik mampu mencapai kualitas
standar nasional atau di atasnya. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai
Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA,
SMK/MAK.
Kompetensi
adalah kemampuan sesorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan
lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk
mengembangkan sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
membangun kemampuan yang dirumuskan dalam SKL. Hasil dari pengalaman belajar
tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan
kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Komentar