GERAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

A. Rasional

Dunia abad XXI sekarang berbeda secara signifikan dengan dunia abad XX. Dalam skala makro dunia abad XXI sekarang ditandai oleh 6 (enam) kecenderungan penting, yaitu (a) berlangsungnya revolusi digital yang semakin luar biasa yang mengubah sendi-sendi kehidupan, kebudayaan, peradaban, dan kemasyarakatan termasuk pendidikan,
(b) terjadinya integrasi belahan-belahan dunia yang semakin intensif akibat internasionalisasi, globalisasi, hubungan-hubungan multilateral, teknologi komunikasi, dan teknologi transportasi, (c) berlangsungnya pendataran dunia (the world is flat) sebagai akibat berbagai perubahan mendasar dimensi-dimensi kehidupan manusia terutama akibat mengglobalnya negara, korporasi, dan individu, (d) sangat cepatnya perubahan dunia yang mengakibatkan dunia tampak berlari tunggang langgang, ruang tampak menyempit, waktu terasa ringkas, dan keusangan segala sesuatu cepat terjadi, (e) semakin tumbuhnya masyarakat padat pengetahuan (knowledge society), masyarakat informasi (information society), dan masyarakat jaringan (network society) yang membuat pengetahuan, informasi, dan jaringan menjadi modal sangat penting, dan (f) makin tegasnya fenomena abad kreatif beserta masyarakat kreatif yang menempatkan kreativitas dan inovasi sebagai modal penting untuk individu, perusahaan, dan masyarakat. Keenam hal tersebut telah memunculkan tatanan baru, ukuran-ukuran baru, dan kebutuhan-kebutuhan baru yang berbeda dengan sebelumnya, yang harus ditanggapi dan dipenuhi oleh dunia pendidikan nasional dengan sebaik-baiknya.

Dalam skala mikro pendidikan, dunia abad XXI sekarang juga ditandai oleh adanya imperatif-imperatif global pendidikan, di antaranya Pendidikan untuk Semua (PUS), Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (ESD), Tujuan Pembangunan Milenium (MDG’s), dan Literasi Dunia bagi Pemberdayaan. Selain itu, juga ditandai oleh munculnya temuan-temuan dan pemikiran-pemikiran baru yang berkenaan dengan dimensi tertentu pendidikan, di antaranya temuan neurosains pendidikan dan pembelajaran (misalnya hubungan otak dan belajar), munculnya pelbagai teori kecerdasan, tumbuhnya pemikiran baru pembelajaran (misalnya blended learning, mindful learning), dan kebijakan baru bidang pendidikan dan pembelajaran. Lebih jauh lagi, juga muncul pergeseran peranan dan fungsi pendidikan dalam masyarakat, tugas pranata dan
lembaga pendidikan, dan bentuk organisasional pendidikan serta keberadaan modal manusia dalam pendidikan. Hal tersebut menimbulkan konsekuensi tantangan, tuntutan, dan kebutuhan baru dalam sendi-sendi pendidikan termasuk sendi-sendi pendidikan nasional Indonesia. Sementara itu, dalam skala regional dan nasional Indonesia, abad XXI ditandai oleh berbagai perubahan mendasar yang paradigmatis. Selain Reformasi pada penghujung abad XX, Indonesia memasuki abad XXI dengan sistem kenegaraan, pemerintahan, bahkan kemasyarakatan dan kebudayaan yang baru, misalnya orientasi baru pembangunan, desentralisasi, otonomi daerah, dan demokrasi serta bonus demografi.
 
Di samping itu, memasuki abad XXI Indonesia mengalami keterbukaan dan interaksi global yang semakin intensif dan masif. Bagi Indonesia, bahkan tahun 2015 menjadi garis batas agenda berbagai kesepakatan dan kebijakan global dan nasional Indonesia di berbagai bidang baik bidang pendidikan maupun non-pendidikan. Berkenaan dengan bidang pendidikan, sebagai contoh, tahun 2015 merupakan tahun terakhir agenda kebijakan Pendidikan untuk Semua (Education For All), Tujuan Pembangunan Milenium (Milenium Development Goals), dan agenda pendidikan nasional. Terkait dengan bidang non-pendidikan, tahun 2015 merupakan tahun dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN, berlakunya berbagai peraturan perundang-undangan baru, dan dimulainya kebijakan baru pemerintahan Indonesia. Oleh karena itu, tahun 2015 menjadi tonggak penting urusan pemerintahan dan kemasyarakatan Indonesia, salah satunya urusan pendidikan nasional Indonesia. 

Sehubungan dengan itu, sendi-sendi pendidikan nasional Indonesia perlu ditata kembali atau  ditransformasikan sedemikian rupa sehingga pendidikan nasional Indonesia semakin sanggup memberi kontribusi berarti bagi kiprah dan kemajuan Indonesia dalam abad XXI yang sudah mengalami perubahan mendasar yang paradigmatis sebagaimana telah disinggung di atas. Di samping itu, penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia itu dihajatkan untuk memberikan tanggapan dan jawaban atas berbagai tantangan, tuntutan, dan kebutuhan baru sebagai konsekuensi berbagai keadaan kekinian. Hal ini menunjukkan bahwa penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia merupakan tugas sejarah (imperatif) yang harus dikerjakan secara sungguh-sungguh. Dikatakan demikian karena tiga alasan. Pertama, bangsa-bangsa di dunia yang sekarang mengalami kemajuan sangat berarti, misalnya Jepang, Singapura, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok, dan Finlandia, telah ditopang atau disangga oleh pendidikan yang baik, bermutu, dan maju. Dalam berbagai pemeringkatan pendidikan di aras global, misalnya Learning Curve, TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), dan PISA (Programme for International Student Assessment), negara negara tersebut selalu menduduki peringkat atas. Kedua, pelbagai studi internasional dan nasional tentang pendidikan Indonesia memberikan justifikasi betapa mendesaknya transformasi pendidikan nasional Indonesia sekarang. Laporan-laporan Bank Dunia, UNDP, dan UNESCO tentang pendidikan Indonesia merekomendasikan transformasi secara terarah pada pendidikan nasional Indonesia supaya Indonesia mampu tumbuh dan berkembang dengan baik, terhindar dari jebakan-jebakan yang membawa aneka kemerosotan pada satu sisi dan pada sisi lain mampu memanfaatkan peluang-peluang yang terbuka. Ketiga, berbagai fakta dan bukti kinerja pendidikan nasional yang telah dipublikasikan oleh berbagai pihak mengamanatkan betapa mendesaknya penataan kembali
atau transformasi pendidikan nasional Indonesia secara komprehensif dan sistemis.
 
Penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia tersebut dapat dimulai dengan menempatkan kembali karakter sebagai ruh atau dimensi terdalam pendidikan nasional berdampingan dengan intelektualitas yang tercermin dalam kompetensi. Dengan karakter yang kuat-tangguh beserta kompetensi yang tinggi, yang dihasilkan oleh pendidikan yang baik, pelbagai kebutuhan, tantangan, dan tuntutan baru dapat dipenuhi atau diatasi. Oleh karena itu, selain pengembangan intelektualitas, pengembangan karakter peserta didik sangatlah penting atau utama dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Dikatakan demikian karena pada dasarnya pendidikan bertujuan mengembangkan potensi-potensi intelektual dan karakter peserta didik.Hal ini telah dilandaskan oleh berbagai pemikiran tentang pendidikan dan berbagai peraturan perundang-undangan tentang pendidikan. Sebagai contoh, beberapa puluh tahun lalu Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, telah menandaskan secara eksplisit bahwa “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelec) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita” (Karya Ki Hadjar Dewantara Buku I: Pendidikan). Demikian juga laporan Delors untuk pendidikan abad XXI, sebagaimana tercantum dalam buku Pembelajaran: Harta Karun di Dalamnya, menegaskan bahwa pendidikan abad XXI bersandar pada lima tiang pembelajaran sejagat (five pillar of learning), yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to beserta learning to transform for oneself and society. Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) juga terpapar secara tersurat berbagai kompetensi yang bersangkutan dengan karakter di samping intelektualitas. Ini semua menandakan bahwa sesungguhnya pendidikan bertugas mengembangkan karakter sekaligus intelektualitas berupa kompetensi peserta didik.
 
Sehubungan dengan itu, penyelenggaraan pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan menengah dapat dikatakan sudah berada pada jalur yang tepat, karena telah memberikan pendidikan karakter sekaligus membentuk intelektualitas berupa kompetensi. Meskipun demikian, proporsi penerapan pendidikan karakter dengan pendidikan intelektual belum berimbang akibat berbagai faktor. Usaha penyeimbangan pendidikan karakter dengan pembentukan kompetensi senantiasa harus dilakukan. Demi kepentingan masa depan bangsa Indonesia, bahkan sejak sekarang perlu dilakukan pemusatan (centering) pendidikan karakter dalam penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia. Kesadaran sekaligus usaha pemusatan pendidikan karakter di jantung pendidikan nasional semakin kuat ketika pada tahun 2010 pemerintah Indonesia mencanangkan sekaligus melaksanakan kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Bangsa. Hal tersebut perlu dilanjutkan, dioptimalkan, diperdalam, dan bahkan diperluas sehingga diperlukan penguatan pendidikan karakter bangsa. Untuk itu, sejak sekarang perlu dilaksanakan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan mengindahkan asas keberlanjutan dan kesinambungan.
 
Gerakan PPK menempati kedudukan fundamental dan strategis pada saat pemerintah mencanangkan revolusi karakter bangsa sebagaimana tertuang dalam Nawacita (Nawacita 8), menggelorakan Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan menerbitkan RPJMN 2014—2019 berlandaskan Nawacita. Sebab itu, Gerakan PPK dapat dimaknai sebagai pengejawantahan Gerakan Revolusi Mental sekaligus bagian integral Nawacita. Sebagai pengejawantahan Gerakan Nasional Revolusi Mental sekaligus bagian integral Nawacita, Gerakan PPK menempatkan pendidikan karakter sebagai dimensi terdalam atau inti pendidikan nasional sehingga pendidikan karakter menjadi poros pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut, Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang. Dalam hubungan ini
pengintegrasian dapat berupa pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas); pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler; pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat; perdalaman dan perluasan dapat berupa penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan karakter siswa, penambahan dan pemajanan kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah; kemudian penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK. Baik pada masa sekarang maupun masa akan datang, pengintegrasian, pendalaman, perluasan, dan penyelarasan program dan kegiatan pendidikan karakter tersebut perlu diabdikan untuk mewujudkan revolusi mental atau revolusi karakter bangsa. Dengan demikian, Gerakan PPK merupakan jalan perwujudan Nawacita dan Gerakan Revolusi Mental di samping menjadi inti kegiatan pendidikan yang berujung pada terciptanya revolusi karakter bangsa.

B. Situasi Saat Ini
Gerakan Nasional Pendidikan Karakter yang secara intensif telah dimulai sejak tahun 2010 sudah melahirkan sekolah-sekolah rintisan yang mampu melaksanakan pembentukan karakter secara kontekstual sesuai dengan potensi lingkungan setempat. Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter 2010 juga memperoleh dukungan dari masyarakat madani dan Pemerintah Daerah. Pemerintah menyadari bahwa Gerakan Nasional Revolusi Mental yang memperkuat pendidikan karakter semestinya dilaksanakan oleh semua sekolah di Indonesia, bukan saja terbatas pada sekolah-sekolah binaan, sehingga peningkatan kualitas pendidikan yang adil dan merata dapat segera terjadi. Penguatan Pendidikan Karakter di sekolah diharapkan dapat memperkuat bakat, potensi dan talenta seluruh peserta didik.

Lebih dari itu, pendidikan kita sesungguhnya melewatkan atau mengabaikan beberapa dimensi penting dalam pendidikan, yaitu olah raga (kinestetik), olah rasa (seni) dan olah hati (etik dan spiritual) (Effendy, 2016). Apa yang selama ini kita lakukan baru sebatas olah pikir yang menumbuhkan kecerdasan akademis. Olah pikir ini pun belum mendalam sampai kepada pengembangan berpikir tingkat tinggi, melainkan baru pada pengembangan olah pikir tingkat rendah. Persoalan ini perlu diatasi dengan sinergi berkelanjutan antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat melalui penguatan pendidikan karakter untuk mewujudkan
Indonesia yang bermartabat, berbudaya, dan berkarakter. Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 mengeluarkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter untuk mengembangkan rintisan di sekolah-sekolah seluruh Indonesia dengan delapan belas (18) nilai karakter. Program ini didukung oleh Pemerintah Daerah, lembaga swadaya masyarakat sehingga program pendidikan karakter bisa terlaksana dengan baik.

Banyak satuan pendidikan telah melaksanakan praktik baik (best practice) dalam penerapan pendidikan karakter. Dampak dari penerapan ini adalah terjadi perubahan mendasar di dalam esosistem pendidikan
dan proses pembelajaran sehingga prestasi mereka pun juga meningkat. Program PPK ingin memperkuat pembentukan karakter siswa yang selama ini sudah dilakukan di banyak sekolah. Dalam diskusi Praktik Baik Sekolah Pelaksana Penguatan Pendidikan Karakter yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah pada tanggal 14 September 2016, Kemendikbud menemukan bahwa sebagian besar sekolah yang diundang sudah menerapkan pendidikan karakter melalui pembiasaan dengan kegiatan penumbuhan dan pembudayaan nilai-nilai karakter yaitu yang disepakati oleh masing-masing sekolah. Kerja sama dan komitmen dari kepala sekolah, guru, dan orangtua umumnya menjadi menjadi faktor kunci keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di masing-masing sekolah tersebut.

Penerapan penguatan pendidikan karakter akan berjalan dengan baik bila kepala sekolah sebagai pemimpin mampu menjadi pemimpin yang dapat dipercaya dan visioner. Menjadi orang yang dapat dipercaya
berarti Kepala Sekolah merupakan sosok berintegritas, mampu menjadi manajer yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran melalui pembentukan karakter. Visioner berarti kepala sekolah memiliki
visi jauh ke depan tentang kekhasan, keunikan, dan kualitas sekolah (schoolbranding) yang akan ia bangun. Kemampuan manajerial kepala sekolah untuk menggali potensi lingkungan sebagai sumber belajar dan mengembangkan kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan alam ekosistem pendidikan yang ada untuk mendukung program sekolah sangat diperlukan.

C. Nilai-Nilai Utama
 Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) selain merupakan kelanjutan dan kesinambungan dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010 juga merupakan bagian integral Nawacita. Dalam hal ini butir 8 Nawacita: Revolusi Karakter Bangsa dan Gerakan Revolusi Mental dalam pendidikan yang hendak mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengadakan perubahan paradigma, yaitu perubahan pola pikir dan cara bertindak, dalam mengelola sekolah. Untuk itu, Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan para pelaku pendidikan. Ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK. Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah
sebagai berikut:

1. Religius
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan
yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran
agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama,
menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan
kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.
Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu
hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu
dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan
dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan.
Subnilai religius antara lain cinta damai, toleransi, menghargai
perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja
sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan,
persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai
lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.

2. Nasionalis
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri,
menjaga kekayaan budaya bangsa,rela berkorban, unggul, dan
berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan,taat hukum, disiplin,
menghormati keragaman budaya, suku,dan agama.

3. Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak
bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran,
waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita.
Subnilai mandiri antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh
tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi
pembelajar sepanjang hayat.

4. Gotong Royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai
semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan
bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/
pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.
Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama,
inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolongmenolong,
solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap
kerelawanan.

5. Integritas
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,
memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral
(integritas moral).
Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga
negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan
dan perkataan yang berdasarkan kebenaran.
Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia,
komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggungjawab, keteladanan, dan
menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).
Kelima nilai utama karakter bukanlah nilai yang berdiri dan
berkembang sendiri-sendiri melainkan nilai yang berinteraksi satu
sama lain, yang berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan
pribadi. Dari nilai utama manapun pendidikan karakter dimulai, individu
dan sekolah pertlu mengembangkan nilai-nilai utama lainnya baik secara kontekstual maupun universal. Nilai religius sebagai cerminan dari iman
dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan secara utuh dalam
bentuk ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing dan
dalam bentuk kehidupan antarmanusia sebagai kelompok, masyarakat,
maupun bangsa. Dalam kehidupan sebagai masyarakat dan bangsa nilainilai
religius dimaksud melandasi dan melebur di dalam nilai-nilai utama
nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Demikian pula
jika nilai utama nasionalis dipakai sebagai titik awal penanaman nilai-nilai
karakter, nilai ini harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai keimanan
dan ketakwaan yang tumbuh bersama nilai-nilai lainnya.

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan dan Implementasi PPK
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dikembangkan dan
dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
 
Prinsip 1 – Nilai-nilai Moral Universal
Gerakan PPK berfokus pada penguatan nilai-nilai moral universal
yang prinsip-prinsipnya dapat didukung oleh segenap individu dari
berbagai macam latar belakang agama, keyakinan, kepercayaan, sosial,
dan budaya.
 
Prinsip 2 – Holistik
Gerakan PPK dilaksanakansecara holistik, dalam arti
pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah pikir), estetika (olah
rasa), etika dan spiritual (olah hati) dilakukan secara utuh-menyeluruh dan
serentak, baik melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler, berbasis pada pengembangan budaya sekolah maupun
melalui kolaborasi dengan komunitas-komunitas di luar lingkungan
pendidikan.
 
Prinsip 3 – Terintegrasi
Gerakan PPK sebagai poros pelaksanaan pendidikan nasional
terutama pendidikan dasar dan menengah dikembangkan dan
dilaksanakan dengan memadukan, menghubungkan, dan mengutuhkan
berbagai elemen pendidikan, bukan merupakan program tempelan dan
tambahan dalam proses pelaksanaan pendidikan.

Prinsip 4 – Partisipatif
Gerakan PPK dilakukan dengan mengikutsertakan dan melibatkan
publik seluas-luasnya sebagai pemangku kepentingan pendidikan
sebagai pelaksana Gerakan PPK. Kepala sekolah, pendidik, tenaga
kependidikan, komite sekolah, dan pihak-pihak lain yang terkait dapat
menyepakati prioritas nilai-nilai utama karakter dan kekhasan sekolah
yang diperjuangkan dalam Gerakan PPK, menyepakati bentuk dan
strategi pelaksanaan Gerakan PPK, bahkan pembiayaan Gerakan PPK.
 
Prinsip 5 – Kearifan Lokal
Gerakan PPK bertumpu dan responsif pada kearifan lokal nusantara
yang demikian beragam dan majemuk agar kontekstual dan membumi.
Gerakan PPK harus bisa mengembangkan dan memperkuat kearifan
lokal nusantara agar dapat berkembang dan berdaulat sehingga dapat
memberi indentitas dan jati diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia.
 
Prinsip 6 – Kecakapan Abad XXI
Gerakan PPK mengembangkan kecakapan-kecakapan yang
dibutuhkan oleh peserta didik untuk hidup pada abad XXI, antara lain
kecakapan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative
thinking), kecakapan berkomunikasi (communication skill), termasuk
penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran
(collaborative learning).
 
Prinsip 7 – Adil dan Inklusif
Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip
keadilan, non-diskriminasi, non-sektarian, menghargai kebinekaan dan
perbedaan (inklusif), dan menjunjung harkat dan martabat manusia.
Prinsip 8 - Selaras dengan PerkembanganPeserta Didik
Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan selaras dengan
perkembangan peserta didik baik perkembangan biologis, psikologis,
maupun sosial, agar tingkat kecocokan dan keberterimaannya tinggi dan
maksimal. Dalam hubungan ini kebutuhan-kebutuhan perkembangan
peserta didik perlu memperoleh perhatian intensif.

Prinsip 9 – Terukur
Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan berlandaskan
prinsip keterukuran agar dapat dimati dan diketahui proses dan hasilnya
secara objektif. Dalam hubungan ini komunitas sekolah mendeskripsikan
nilai-nilai utama karakter yang menjadi prioritas pengembangan di
sekolah dalam sebuah sikap dan perilaku yang dapat diamati dan diukur
secara objektif; mengembangkan program-program penguatan nilai-nilai
karakter bangsa yang mungkin dilaksanakan dan dicapai oleh sekolah;
dan mengerahkan sumber daya yang dapat disediakan oleh sekolah dan
pemangku kepentingan pendidikan.

E. Fokus Gerakan PPK
Gerakan PPK berfokus pada struktur yang sudah ada dalam sistem
pendidikan nasional. Terdapat tiga struktur yang dapat digunakan
sebagai wahana, jalur, dan medium untuk memperkuat pendidikan
karakter bangsa, yaitu: Pertama, Struktur Program, antara lain jenjang
dan kelas, ekosistem sekolah, penguatan kapasitas guru; Kedua, Struktur
Kurikulum, antara lain kegiatan pembentukan karakter yang terintegrasi
dalam pembelajaran(intrakurikuler), kokurikuler, dan ekstrakurikuler;
Ketiga, Struktur Kegiatan, antara lainberbagai program dan kegiatan
yang mampu mensinergikan empat dimensi pengolahan karakter dari Ki
Hadjar Dewantara (olah raga, olah pikir, olah rasa, dan olah hati).
 
1. Struktur Program
Struktur program meliputi jenjang dan kelas (SD kelas I-VI; SMP
kelas VII-IX).Pelaksanaan Gerakan PPK pada tiap jenjang melibatkan
dan memanfaatkan ekosistem pendidikan yang ada di lingkungan
sekolah. Pemanfaatan dan pelibatan ekosistem pendidikan memperkuat
dimensi lokal kontekstual pendidikan di daerah, sehingga Gerakan PPK
tidak terlepas dari nilai-nilai karakter yang tumbuh dan berkembang pada
ekosistem pendidikan yang sudah ada. Berbagai pemangku kepentingan
yang ada pada ekosistem pendidikan tersebut ikut serta dan bersamasama
bertanggungjawab dan bersinergi untuk memperkuat pembentukan
karakter sebagai modal dasar untuk mewujudkan warga masyarakat yang
lebih berbudaya dan memiliki jati diri bangsa di masa mendatang.
Pelaku kunci dalam Gerakan PPK adalah kepala sekolah, pendidik,
tenaga kependidikan, komite sekolah, dan pemangku kepentingan lain
yang relevan dalam pengembangan PPK. Masing-masing pihak perlu
memahami tugas dan fungsinya dalam rangka keberhasilan pelaksanaan
program PPK. Lebih dari itu, kehadiran orang dewasa di lingkungan
pendidikan adalah sebagai guru, yaitu mereka yang digugu (diikuti) dan
ditiru (diteladani) oleh para siswa. Ini berlaku bagi siapapun yang terlibat
dalam kegiatan pendidikan.
 
2. Struktur Kurikulum
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) tidak mengubah
kurikulum yang sudah ada, melainkan optimalisasi kurikulum pada satuan
pendidikan. Gerakan PPK perlu dilaksanakan di satuan pendidikan melalui
berbagai cara sesuai dengan kerangka kurikulum yaitu alokasi waktu
minimal yang ditetapkan dalam Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum,
dan kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola oleh satuan pendidikan sesuai
dengan peminatan dan karakteristik peserta didik, kearifan lokal, daya
dukung, dan kebijaksanaan satuan pendidikan masing-masing.
Pelaksanaan Gerakan PPK disesuaikan dengan kurikulum pada
satuan pendidikan masing-masing dan dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu:
1. Mengintegrasikan pada mata pelajaran yang ada di dalam struktur
kurikulum dan mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) melalui kegiatan
intrakurikuler dan kokurikuler. Sebagai kegiatan intrakurikuler
dan kokurikuler, setiap guru menyusun dokumen perencanaan
pembelajaran berupa Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sesuai mata pelajarannya masing-masing.
Nilai-nilai utama PPK diintegrasikan ke dalam mata pelajaran sesuai
topik utama nilai PPK yang akan dikembangkan/dikuatkan pada
sesi pembelajaran tersebut dan sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran masing-masing. Misalnya,mata pelajaran IPA untuk SMP
mengintegrasikan nilai nasionalisme dengan mendukung konservasi
energi pada materi tentang energi.
2. Mengimplementasikan PPK melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
ditetapkan oleh satuan pendidikan. Pada kegiatan ekstrakurikuler,
satuan pendidikan melakukan penguatan kembali nilai-nilai karakter melalui berbagai kegiatan.
Kegiatan ekskul dapat dilakukan melalui
kolaborasi dengan masyarakat dan pihak lain/lembaga yang relevan,
seperti PMI, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perdagangan,
museum, rumah budaya, dan lain-lain, sesuai dengan kebutuhan
dan kreativitas satuan pendidikan.
3. Kegiatan pembiasaan melalui budaya sekolah dibentuk dalam proses
kegiatan rutin, spontan, pengkondisian, dan keteladanan warga
sekolah. Kegiatan-kegiatan dilakukan di luar jam pembelajaran untuk
memperkuat pembentukan karakter sesuai dengan situasi, kondisi,
ketersediaan sarana dan prasarana di setiap satuan pendidikan.
Selain struktur dalam kurikulum, gerakan PPK juga memiliki struktur
pendukung lain yang terdiri atas:
a. Ekosistem dan budaya sekolah; mewujudkan tata kelola yang
sehat, hubungan antarwarga sekolah yang harmonis dan saling
menghargai, lingkungan sekolah yang bersih, ramah, sehat, aman,
dan damai.
b. Pendidikan keluarga dan masyarakat; menjalin keselarasan antara
pendidikan di sekolah, lingkungan keluarga, dan masyarakat.
3. Struktur Kegiatan
Struktur kegiatan PPK merupakan pilihan berbagai macam kegiatan
bagi pembentukan karakter peserta didik yang menyeimbangkan keempat
dimensi pengolahan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, yaitu olah
raga, olah pikir, olah rasa dan olah hati. Sekolah bisa memilih struktur
kegiatan yang akan mendorong terbentuknya keunikan, kekhasan, dan
keunggulan sekolah (school branding). Pilihan prioritas kegiatan PPK
diharapkan dapat mendorong sekolah menemukan branding yang
menggambarkan kekhasan dan keragaman budaya masing-masing.
Kegiatan-kegiatan yang mendukung terbentuknya branding sekolah
antara lain: kegiatan akademik, non-akademik seperti olahraga, kegiatan
ekstrakurikuler, pemanfaatan perpustakaan (mengatur jadwal berkunjung,
mengikuti lomba perpustakaan, dan pemberian penghargaan kepada
siswa dan guru yang secara rutin hadir di perpustakaan), dan pemanfaatan
potensi lingkungan, seperti sanggar seni dan museum.

F. Basis Gerakan PPK
Gerakan PPK dapat dilaksanakan dengan berbasis struktur
kurikulum yang sudah ada dan mantap dimiliki oleh sekolah, yaitu
pendidikan karakter berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat/
komunitas (Albertus, 2015).
 
1. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas
a. Mengintegrasikan proses pembelajaran di dalam kelas melalui isi
kurikulum dalam mata pelajaran, baik itu secara tematik maupun
terintegrasi dalam mata pelajaran.
b. Memperkuat manajemen kelas, pilihan metodologi, dan evaluasi
pengajaran.
c. Mengembangkan muatan lokal sesuai dengan kebutuhan daerah.
 
2. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah
a. Menekankan pada pembiasaan nilai-nilai utama dalam keseharian
sekolah.
b. Menonjolkan keteladanan orang dewasa di lingkungan
pendidikan.
c. Melibatkan seluruh ekosistem pendidikan di sekolah.
d. Mengembangkan dan memberi ruang yang luas pada segenap
potensi siswa melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.
e. Memberdayakan manajemen dan tata kelola sekolah.
f. Mempertimbangkan norma, peraturan, dan tradisi sekolah.
 
3. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat
a. Memperkuat peranan Komite Sekolah dan orang tua sebagai
pemangku kepentingan utama pendidikan.
b. Melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan sebagai
sumber pembelajaran seperti keberadaan dan dukungan pegiat
seni dan budaya, tokoh masyarakat, dunia usaha, dan dunia
industri.
c. Mensinergikan implementasi PPK dengan berbagai program yang
ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, dan LSM.
d. Mensinkronkan program dan kegiatan melalui kerja sama dengan
pemerintah daerah, kementerian dan lembaga pemerintahan, dan
masyarakat pada umumnya

G. Tujuan PPK
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter memiliki tujuan sebagai
berikut:
1. Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan
makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama
penyelenggaraan pendidikan.
2. Membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045
menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan
keterampilan abad 21.
3. Mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan fondasi
pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah
rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga
(kinestetik).
4. Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan
(kepala sekolah, guru, siswa, pengawas, dan komite sekolah) untuk
mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter.
5. Membangun jejaring pelibatan masyarakat (publik) sebagai sumbersumber
belajar di dalam dan di luar sekolah.
6. Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam
mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

H. Manfaat dan Implikasi Gerakan PPK
Gerakan PPK memiliki manfaat dan implikasi sebagai berikut:



I. Konsep-Konsep Dasar
Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang
yang mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors),
motivasi (motivations), dan keterampilan (skills) sebagai manifestasi dari
nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi
kesulitan dan tantangan. Karakter mengandung nilai-nilai yang khasbaik
(tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,
dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri
dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter merupakan kemampuan
individu untuk mengatasi keterbatasan fisiknya dan kemampuannya
untuk membaktikan hidupnya pada nilai-nilai kebaikan yang bermanfaat
bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, karakter yang kuat
membentuk individu menjadi pelaku perubahan bagi diri sendiri
dan masyarakat sekitarnya (Albertus, 2015). Karakter secara koheren
memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan
karsa seseorang atau sekelompok orang.
Penguatan Pendidikan Karaktermerupakan gerakan pendidikan
di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses pembentukan,
transformasi, transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik
dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik),
olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik) sesuai falsafah
hidup Pancasila. Untuk itu diperlukan dukungan pelibatan publik dan
kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan
bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Penguatan pendidikan karakter merujuk pada lima nilai utama
yang meliputi; (1) religius; (2) nasionalis; (3) mandiri; (4) gotong royong;
(5) integritas. Strategi implementasi PPK di satuan pendidikan dapat
dilakukan melalui kegiatan berikut ini.
1. Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh sekolah secara teratur dan terjadwal, yang wajib diikuti oleh
setiap peserta didik. Program intrakurikuler berisi berbagai kegiatan
untuk meningkatkan Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi
Dasar yang harus dimiliki peserta didik yang dilaksanakan sekolah
secara terus-menerus setiap hari sesuai dengan kalender akademik.
2. Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang terkait dan
menunjang kegiatan intrakurikuler, yang dilaksanakan di luar jadwal
intrakurikuler dengan maksud agar peserta didik lebih memahami
dan memperdalam materi intrakurikuler. Kegiatan kokurikuler
dapat berupa penugasan, proyek, ataupun kegiatan pembelajaran
lainnya yang berhubungan dengan materi intrakurikuler yang harus
diselesaikan oleh peserta didik.
3. Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan karakter
yang dilaksanakan di luar jam pembelajaran (intrakurikuler). Aktivitas
ekstrakurikuler berfungsi menyalurkan dan mengembangkan minat
dan bakat peserta didik dengan memperhatikan karakteristik peserta
didik, kearifan lokal, dan daya dukung yang tersedia.

Sumber : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. KONSEP DAN PEDOMAN PENGUATAN  PENDIDIKAN KARAKTER.

Komentar