Supriyadi Masih Perlu Dicari
Supriyadi Masih Perlu Dicari
Oleh : Mawar Kusuma
Perjalanan hidup Supriyadi yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional karena telah memimpin pemberontakan Pembela Tanah Air atau PETA di Blitar tahun 1945, hingga kini masih menjadi misteri. Banyak orang kemudian menyatakan diri sebagai Supriyadi. Masih ada ruang kosong dalam sejarah bangsa tentang kisah hidup dari Supriyadi yang mengusik rasa ingin tahu dari masyarakat
Dalam buku bertajuk Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno, ahli sejarah dari Pusat Sejarah dan Etika Politik Universitas Sanata Dharma, Baskara T Wardaya SJ menulis hasil wawancara dari Andaryoko Wisnuprabu (88) yang mengaku adalah Supriyadi. Melalui buku tersebut, Baskara ingin mendorong wacana lebih lanjut tentang Supriyadi dan pengaruhnya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
"Kalaupun nantinya dia ternyata bukan Supriyadi, keterangannya tetap layak disimak karena mampu memberi informasi untuk melengkapi narasi atas peristiwa krusial yang terjadi di bangsa ini. Buku ini berusaha memberi salah satu kemungkinan jawaban tentang misteri Supriyadi dengan menggunakan bahan sejarah lisan," kata Baskara saat ditemui di kampus Pascasarjana Sanata Dharma, Selasa (12/8).
Sejarah, lanjut Baskara, tidak cukup hanya ditulis berdasarkan bahan tertulis. Apalagi jika bahan yang dipakai dalam penulisan sejarah tersebut melulu berasal dari tokoh-tokoh pemenang di lapisan masyarakat atas. Suara dari mereka yang tersembunyi serta terbungkam dari sejarah seperti pernyataan Andaryoko perlu diwadahi. "Pernyataannya menjadi sumber pelangkap atau materi alternatif bagi narasi historis seputar masa kepemimpinan Sukarno," tambahnya.
Misteri Supriyadi semakin mengundang rasa ingin tahu karena pada tahun 1945, Presiden Sukarno menunjuk Supriyadi sebagai menteri keamanan rakyat pada kabinetnya yang pertama. Selanjutnya Supriyadi juga ditunjuk sebagai panglima tentara keamanan rakyat. Padahal tidak ada kejelasan tentang hidup dan matinya Supriyadi. Pemerintah orde baru kemudian menganggap Supriyadi telah mati dengan menetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 1975.
Menurut Baskara, kehadiran Andaryoko tidak hanya penting, tetapi juga menarik karena bisa memutus mitos seputar keberadaan Supriyadi. Pernyataan Andaryoko bisa membuka kesempatan untuk melihat sejarah dari prespektif masyarakat, bukan monopoli penguasa. "Jangan cepat membungkam suara yang berbeda. Beri kesempatan bersuara, termasuk jika nantinya ada Supriyadi lain, yang diperlukan hanya kajian akademis," kata Baskara.
Baskara mengaku awalnya tidak percaya dengan pernyataan Andaryoko. Namun Andaryoko berbeda dengan tokoh lain yang mengaku sebagai Supriyadi. Tokoh lain hanya menokohkan Supriyadi sebagai tokoh mistis dengan sentrum pada tokoh Supriyadi. Namun tokoh lain itu tidak bisa mengaitkan keberadaan Supriyadi dengan konteks sejarah yang lebih luas.
Andaryoko justru memaknai Supriyadi dalam konteks sejarah yang lebih luas. Dia sekaligus menjadi bukti dampak dari pembungkaman tidak langsung oleh pemerintah yang berkuasa. Dari awalnya takut kepada Jepang, Andaryoko kemudian memilih bungkam di zaman orde baru karena takut kedekatannya dengan Sukarno membawanya ke penjara.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2008/08/12/20440273/supriyadi.masih.perlu.dicari
Oleh : Mawar Kusuma
Perjalanan hidup Supriyadi yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional karena telah memimpin pemberontakan Pembela Tanah Air atau PETA di Blitar tahun 1945, hingga kini masih menjadi misteri. Banyak orang kemudian menyatakan diri sebagai Supriyadi. Masih ada ruang kosong dalam sejarah bangsa tentang kisah hidup dari Supriyadi yang mengusik rasa ingin tahu dari masyarakat
Dalam buku bertajuk Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno, ahli sejarah dari Pusat Sejarah dan Etika Politik Universitas Sanata Dharma, Baskara T Wardaya SJ menulis hasil wawancara dari Andaryoko Wisnuprabu (88) yang mengaku adalah Supriyadi. Melalui buku tersebut, Baskara ingin mendorong wacana lebih lanjut tentang Supriyadi dan pengaruhnya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
"Kalaupun nantinya dia ternyata bukan Supriyadi, keterangannya tetap layak disimak karena mampu memberi informasi untuk melengkapi narasi atas peristiwa krusial yang terjadi di bangsa ini. Buku ini berusaha memberi salah satu kemungkinan jawaban tentang misteri Supriyadi dengan menggunakan bahan sejarah lisan," kata Baskara saat ditemui di kampus Pascasarjana Sanata Dharma, Selasa (12/8).
Sejarah, lanjut Baskara, tidak cukup hanya ditulis berdasarkan bahan tertulis. Apalagi jika bahan yang dipakai dalam penulisan sejarah tersebut melulu berasal dari tokoh-tokoh pemenang di lapisan masyarakat atas. Suara dari mereka yang tersembunyi serta terbungkam dari sejarah seperti pernyataan Andaryoko perlu diwadahi. "Pernyataannya menjadi sumber pelangkap atau materi alternatif bagi narasi historis seputar masa kepemimpinan Sukarno," tambahnya.
Misteri Supriyadi semakin mengundang rasa ingin tahu karena pada tahun 1945, Presiden Sukarno menunjuk Supriyadi sebagai menteri keamanan rakyat pada kabinetnya yang pertama. Selanjutnya Supriyadi juga ditunjuk sebagai panglima tentara keamanan rakyat. Padahal tidak ada kejelasan tentang hidup dan matinya Supriyadi. Pemerintah orde baru kemudian menganggap Supriyadi telah mati dengan menetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 1975.
Menurut Baskara, kehadiran Andaryoko tidak hanya penting, tetapi juga menarik karena bisa memutus mitos seputar keberadaan Supriyadi. Pernyataan Andaryoko bisa membuka kesempatan untuk melihat sejarah dari prespektif masyarakat, bukan monopoli penguasa. "Jangan cepat membungkam suara yang berbeda. Beri kesempatan bersuara, termasuk jika nantinya ada Supriyadi lain, yang diperlukan hanya kajian akademis," kata Baskara.
Baskara mengaku awalnya tidak percaya dengan pernyataan Andaryoko. Namun Andaryoko berbeda dengan tokoh lain yang mengaku sebagai Supriyadi. Tokoh lain hanya menokohkan Supriyadi sebagai tokoh mistis dengan sentrum pada tokoh Supriyadi. Namun tokoh lain itu tidak bisa mengaitkan keberadaan Supriyadi dengan konteks sejarah yang lebih luas.
Andaryoko justru memaknai Supriyadi dalam konteks sejarah yang lebih luas. Dia sekaligus menjadi bukti dampak dari pembungkaman tidak langsung oleh pemerintah yang berkuasa. Dari awalnya takut kepada Jepang, Andaryoko kemudian memilih bungkam di zaman orde baru karena takut kedekatannya dengan Sukarno membawanya ke penjara.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2008/08/12/20440273/supriyadi.masih.perlu.dicari
Komentar